Senin, 13 Desember 2010

analisis pantun

A. Genre Sastra : Puisi Lama (Pantun)

B. Analisis Pantun :

1) Pantun 1

Dinding habis rumah tlah usang

tonggaklah tepuk semuanya.

Tukang pedati tidak menenggang,

rumput mati diberikannya.

a. Tema dan Amanat

Tema pantun ialah “orang yang kikir” , amanat ialah Janganlah pelit kepada orang lain. Kalau mau memberikan suatu bantuan atau apapun kepada orang lain, usahakan yang diberikan itu layak untuk diberikan.

b. Citra/Pengimajian

Citra/Pengimajian dalam pantun di atas adalah citra penglihatan dilihat dari baris “rumput mati diberikannya”. Citra penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indra penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat dari kata ‘rumput mati’.

c. Rima

Rima pantun ialah a b, a b

Dinding habis rumah tlah usang

tonggaklah tepuk semuanya.

Tukang pedati tidak menenggang,

rumput mati diberikannya.

d. Diksi

Pantun di atas terdiri dari 4 baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun. Pemilihan kata yang digunakan dalam pantun di atas bermakna konotatif atau tidak sebenarnya.

e. Irama

Irama pantun sedang. Cara membacanya dipenggal menjadi dua bagian yang sama. Misalnya, pada baris yang berbunyi Dinding habis rumah tlah usang dibacanya dipenggal menjadi Dinding habis /rumah tlah usang. Di antara penggalan itu, pembaca perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu, kemudian melanjutkan penggalan berikutnya.

f. Sudut Pandang

Pantun berisi nasehat. Nasehat umumnya diberikan dari orang yang sudah dewasa atau orang tua kepada orang yang muda atau anak-anak. Jadi, sudut pandang pantun di atas ialah orang kedua.

2) Pantun 2

Rumah buruk atap ilalang,

dinding teduh lantai pelupuh.

Menangis adik karena berang.

melihat ibu berjalan jauh.

a. Tema dan Amanat

Tema pantun ialah “anak yang manja” , amanat ialah sebagai seorang anak, janganlah selalu tergantung pada orang tua, haruslah mandiri dan berani. Karena, jika suatu saat ada hal yang terjadi pada diri kita, kita dapat mengatasinya sendiri tanpa bantuan orang tua.

b. Citra/Pengimajian

Citra/Pengimajian dalam pantun di atas adalah citra penglihatan, hal ini dapat dilihat dari baris “melihat ibu berjalan jauh”. Hal ini disimpulkan dari kata ‘melihat’.

c. Rima

Rima pantun ialah a b, a b

Rumah buruk atap ilalang,

dinding teduh lantai pelupuh.

Menangis adik karena berang.

melihat ibu berjalan jauh

d. Diksi

Pantun di atas terdiri dari 4 baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun. Pemilihan kata yang digunakan dalam pantun di atas bermakna denotatif atau lugas, bisa dilihat dari kata-kata yang dipakai pada pantun diatas.

e. Irama

Irama pantun sedang. Cara membacanya dipenggal menjadi dua bagian yang sama. Misalnya, baris pantun yang berbunyi Rumah buruk atap ilalang, dipenggal menjadi Rumah buruk/ atap ilalang. Di antara penggalan itu, pembaca perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu, kemudian melanjutkan penggalan berikutnya.

f. Sudut Pandang

Pantun di atas berisi nasihat. Nasihat umumnya diberikan dari orang yang sudah dewasa atau orang tua kepada orang yang muda atau anak-anak. Jadi, sudut pandang pantun di atas ialah orang kedua.

3) Pantun 3

Pulau Sumba tanahnya lapang,

di situ ditanam limau purut.

Kabut dibawa angin kencang,

gunung berniat hendak menuntut.

a. Tema dan Amanat

Tema dari pantun di atas adalah “bencana alam”. Sedangkan amanat yang disampaikan dari pantun ini ialah jangan merusak alam yang diciptakan oleh Yang Kuasa, lestarikan alam yang kita huni sehingga alam pun bisa bersahabat dengan kita.

b. Citra/Pengimajian

Dalam pantun di atas citra atau pengimajian yang digunakan adalah citraan perabaan, yaitu dapat dilihat pada baris ketiga Kabut dibawa angin kencang, yakni kulit bisa merasakan angin yang kencang.

c. Rima

Rima dalam pantun diatas adalah a b, a b

Pulau Sumba tanahnya lapang,

di situ ditanam limau purut.

Kabut dibawa angin kencang,

gunung berniat hendak menuntut.

d. Diksi

Pantun di atas terdiri dari 4 baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun. Pemilihan kata yang digunakan dalam pantun di atas bermakna konotatif atau tidak sebenarnya .

e. Irama

Irama pantun sedang. Cara membacanya dipenggal menjadi dua bagian yang sama. Misalnya, baris pantun yang berbunyi Pulau Sumba tanahnya lapang, dipenggal menjadi Pulau Sumba / tanahnya lapang. Di antara penggalan itu, pembaca perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu, kemudian melanjutkan penggalan berikutnya.

f. Sudut Pandang

Pantun di atas berisi nasihat. Nasihat umumnya diberikan dari orang yang sudah dewasa atau orang tua kepada orang yang muda atau anak-anak. Jadi, sudut pandang pantun di atas ialah orang kedua.

4) Pantun 4

Sungguh harum daun pandan,

banyak berduri kelopaknya.

Adik menangis sedu sedan,

ketika diambil mainannya.

a. Tema dan Amanat

Tema dari pantun di atas adalah “kesedihan kehilangan benda kesayangan”. Sedangkan amanat yang disampaikan dari pantun ini ialah kita harus mengikhlaskan sesuatu yang kita punya, karena tidak selamanya kita memiliki sesuatu pasti suatu saat akan kehilangan juga.

b. Citra/Pengimajian

Dalam pantun di atas, citra atau pengimajian yang digunakan adalah citraan penglihatan, yaitu dapat dilihat pada baris keempat ketika diambil mainannya. Kata ‘diambil’ berarti adik melihat ada yang memegang dan memindahkan mainan itu dari adik tersebut.

c. Rima

Rima pantun di atas ialah a b, a b

Sungguh harum daun pandan,

banyak berduri kelopaknya.

Adik menangis sedu sedan,

ketika diambil mainannya.

d. Diksi

Pantun di atas terdiri dari 4 baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun. Pemilihan kata yang digunakan dalam pantun di atas bermakna denotatif atau lugas.

e. Irama

Irama pantun sedang Cara membacanya dipenggal menjadi dua bagian yang sama. Misalnya, baris pantun yang berbunyi Sungguh harum daun pandan, dipenggal menjadi Sungguh harum / daun pandan. Di antara penggalan itu, pembaca perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu, kemudian melanjutkan penggalan berikutnya.

f. Sudut Pandang

Pantun di atas berisi nasihat. Nasihat umumnya diberikan dari orang yang sudah dewasa atau orang tua kepada orang yang muda atau anak-anak. Jadi, sudut pandang pantun di atas ialah orang kedua.

C. Kesimpulan :

1) Pantun 1

Pantun ini memiliki bahasa atau ungkapan yang sulit dicermati oleh anak . Walaupun begitu, pantun tersebut berisi pengalaman dan pengetahuan yang bisa menjadi panutan bagi anak. Maka pantun ini cocok untuk anak dan dapat dijadikan bahan ajar di SD.

2) Pantun 2

Pantun ini memiliki banyak ciri sastra untuk anak karena mempunyai nilai atau imbauan tertentu yang dianggap pedoman tingkah laku dalam keehidupan anak-anak. Serta mengandung nilai personal dan edukatif. Maka pantun ini cocok untuk anak dan dapat dijadikan bahan ajar di SD.

3) Pantun 3

Pantun ini bahasa atau ungkapannnya terlalu rumit untuk dipahami oleh anak-anak . Walaupun begitu, pantun tersebut berisi pengalaman dan pengetahuan yang bisa menjadi panutan bagi anak. Maka pantun ini cocok untuk anak dan dapat dijadikan bahan ajar di SD.

4) Pantun 4

Pantun ini memiliki banyak ciri sastra untuk anak seperti mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulis, mengandung nilai personal dan nilai edukatif, tidak menampilkan hal-hal yang tidak mendidik bagi anak. Maka pantun ini cocok untuk anak dan dapat dijadikan bahan ajar di SD.

Minggu, 05 Desember 2010

Pendidikan Berbasis Masalah

I

PENDAHULUAN

Belajar berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa (student-centered learning). PBL (Problem based learning) berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa di minta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang di pelajarinya, dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective).

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Mengapa diperlukan pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:

  1. Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada
  2. Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan belajar.
  3. Pada saat mempelajari bahan pelajaran, siswa ingin segera mengetahui apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.
  4. Suatu kompetensi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian pengalaman pemecahan masalah realistik yang di dalamnya si pelajar secara langsung menerapkan unsur-unsur kompetensi tersebut.

II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Belajar Berbasis Masalah

Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.

PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004). Atau menurut Boud & Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa .Problem based learning is away of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity. Jadi, Problem Based Learning (PBL) yaitu lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pembelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.

Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi teori konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama antara siswa, guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselessaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.

PBL mempunyai banyak variasi, diantaranya:

  1. Permasalahan sebagai pemandu : masalah menjadi acuan konkrit. Karena masalah menjadi kerangka berpikir pemelajar dalam mengaerjakan tugas.
  2. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi : masalah di sajikan setelah tugas-tugas dan penjelasan di berikan. Tujuannya untuk memberikan kesempatan bagi pemelajar untuk memakai pengetahuannya untuk memecahkan masalah
  3. Permasalahan sebagai contoh : masalah di jadikan contoh dan bagian dari bahan belajar.
  4. Permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar : masalah di jadikan alat untuk melatih pemelajar bernalar dan berpikir kritis.
  5. Permasalahan sebagai stimulus belajar : masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan keterampilan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan metakognitif.

Definisi pendekatan belajar berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu lingkungan belajar dimana masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Masalah di ajukan agar pelajar mengetahui bahwa mereka harus mempelajari beberapa pengetahuan baru sebelum mereka memecahkan masalah tersebut.

Pendekatan ini mencakup keduanya, yaitu sebuah kurikulum dan sebuah proses. Kurikulum yang terdiri dari masalah-masalah yang telah di rancang dan dipilih denagn teliti, yang menurut kemahiran pemelajar dalam critical knowledge, problem solving proviency, self-directed learning strategis dan team participation skills. (Barrows dan Kelson)

Para ahli lainnya mengemukakan bahwa pendekatan berbasis masalah adalah suatu pendekatan untuk membentuk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar yang menghadapi masalah, dengan latihan yang memberikan stimulus untuk belajar (Boud & Feletti).

Menurut Barrows, Tamblyn (1980) dan Engel (1977), problem based learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal:

  1. Adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan
  2. Aplikasi dari pemecahan masalah dalam situasi yang baru atau yang akan datang
  3. Pemikiran yang kreatif dan kritis
  4. Adopsi data holistik untuk masalah-masalah dan situasi-situasi
  5. Apresiasi dari beragam cara pandang
  6. Kolaborasi tim yang sukses
  7. Identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan
  8. Kemajuan mengarahkan diri sendiri
  9. Kemampuan komunikasi yang efektif
  10. Uraian dasar-dasar atau argumentasi pengetahuan
  11. Kemampuan dalam kepemimpinan
  12. Pemanfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan

B. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Arends dalam Trianto, karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.

2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik. Siswa dituntut untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer.

5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Berdasarkan karekteristik tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, dan bisa menjadi pembelajar yang mandiri.

C. Cara Melaksanakan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Persiapan:

Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran.

2. Orientasi (pengenalan):

a. Menyajikan masalah di kelas.

b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami situasi atau maksud masalah.

3. Eksplorasi (penjelajahan):

Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.

4. Negosiasi (perundingan):

Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas

5. Integrasi (pemanduan):

a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.

c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.

D. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Kelebihan pembelajaran berdasarkan masalah sebagai suatu model pembelajaran adalah:

· Realistik dengan kehidupan siswa

· Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa

· Memupuk sifat inquiry siswa

· Memupuk kemampuan problem solving

Selain itu, kekurangannya adalah:

· Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks

· Sulitnya mencari masalah yang relevan

· Sering terjadi miss-konsepsi

· Memerlukan waktu yang cukup panjang

III

PENUTUP

Problem Based Learning (PBL) yaitu lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pembelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.

Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa. PBL mempunyai banyak variasi, diantaranya: permasalahan sebagai pemandu, permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi, permasalahan sebagai contoh, permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar, dan permasalahan sebagai stimulus belajar.

Sehingga, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, dan bisa menjadi pembelajar yang mandiri.

IV

DAFTAR PUSTAKA

Dra.Evelin Siregar M.Pd, Hartini Nara M.Si (2007), Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta


Analisis prosa, puisi dan drama

PROSA FIKSI (CERPEN)

Pengemis Misterius

Gila! Orang itu benar-benar tak punya malu. Dasar dekil. Gembel. Bayangkan, bagaimana hati tak dongkol, beberapa hari yang lalu, ia memelas kepadanya. Kemarin begitu, kemarinnya juga begitu. Sekarang pagi-pagi sudah absen di depan mata.

Badrun gondok setengah mati. Ia masih ingat betul peristiwa beberapa hari yang lalu. Pengemis gembel itu memelas dengan kata-kata mengiba.

“Bang, minta sedekahnya, Bang..amal, Bang... tolong..buat makan, Bang..”

Badrun gelagapan. Padahal ia belum mendapat order satu barang pun; sebuah sendal kulit, sepatu, tas, atau apa saja yang bisa mendatangkan rupiah.

“Tolong, Bang... sedekahnya”

“Aduh! Sabar kek kenapa, sich?” gerutu hati Badrun. Tangannya masih lincah mencari-cari uang recehan di dalam laci. Tidak ada. Hanya ada uang logam kecil sebesar kancing baju. Seratus perak. Badrun tak tega memberi uang sekecil itu. Tak sampai hati. Apalagi zaman sekarang orang-orang sudah sangat peka terhadap nilai uang. Era globalisasi rupanya sudah mengubah watak dan sikap manusia terhadap sesuatu yang bernama materi. Tidak di kota, tidak di desa. Juga pengamen dan pengemis gembel itu. Badrun pernah menyaksikan seorang pengamen melempar uang logam hasil pemberian orang.

“Huh! Emang gue ini siape? Masa Cuma dikasih cepe. Keterlaluan. Buat beli rokok sebatang pun ta dapat,” kata pengamen itu kepada temannya.

“Gocap juga uang, kok...” Balas temannya sambil tertawa.

“Semprul, lu!”

“Mungkin dia tidak punya uang kecil selain cepean itu. Masih untung orang itu mau memberi.”

“Tampangnya saja bonafid, tapi pelitnya minta ampun. Masa suara gue Cuma dihargai cepe. Terlalu. Padahal, saya sengaja memilih lagu terbarunya Broery Marantika. Padahal, suaraku lebih merdu dari suaranya Doel Sumbang. Padahal, kita pernah menjuarai festival ngamen se-kecamatan ya, Jim”

“Ya, ya... tapi jangan ngoceh terus. Yuk kita cari order lagi!”

Badrun tak habis pikir. Rupanya pengemis (juga pengamen) sekarang punya hukum tak tertulis tentang standar upah minimum mengemis dan mengamen.

Badrun mengambil dompetnya yang sudah lecek. Satu lembar ratusan berwarna merah terselip dalam dompetnya. Sekarang ia tak perlu pusing-pusing lagi. Dan yang terpenting agar orang tua dekil itu segera berlalu di hadapannya.

Sebenarnya Badrun bisa saja menolak (bukan berarti mengusir) secara halus. Bilang saja tidak ada uang kecil. atau, maaf Pak pengemis, saya belum dapat order. Atau saya lagi bokek. Lain kali saja, ya..gitu! Namun hati kecilnya tak mampu untuk melakukannya. Untuk berbohong pun, ia tak sanggup. Apalagi sekarang adalah bulan suci.

Almarhum ayahnya pernah berpesan agar selalu berbuat baik terhadap sesama. anak yatim dan peminta-minta, jangan dihardik, apalagi diusir. Kalau toh tak mampu memberi, katakan dengan cara yang sopan dan lemah lembut.

Wejangan ayahnya itu terus terekam dalam hatinya. Seperti sebuah “amanat” yang harus dipikulnya kelak. Memang benar, karena beberapa tahun setelah kematian ayahnya, Badrun ditinggal mati oleh istri tercinta, Siti Rahimah. Badrun sangat kehilangan. apalagi anak-anak yang ditinggalkannya masih kecil.

Bagi Badrun, istrinya bukan saja pelipur di kala duka, tetapi ikut juga membantu secara ekonomis. untuk memenuhi hajat keluarga, istrinya berjualan rujak uleg dekat Pasar Kramat. Jerih payah istrinya itu sangat membantu. Apalagi ketika Badrun menganggur setelah becak dilarang beroperasi. Setelah menganggur, Badrun mencari kebutuhan hidup dengan usaha lain di kota ini.

Badrun memberi uang kepada pengemis. Dengan rasa suka cita, pengemis segera berlalu hingga hilang ke tengah keramaian pasar.

Besoknya pengemis datang lagi. Saat itu matahari sudah berada di atas ubun-ubun langit. Udara kota menyengat pori-pori bumi.

Binatang melata menggelepar-gelepar kepanasan di atas aspal. Peluh dan keringat jatuh bercucuran.

Badrun menyeka peluh di wajahnya. Hampir setengah hari ia menunggu. Namun tak seorang pun yang lewat memberikan order jahitan. Badrun gelisah. Terbayang satu per satu wajah anak-anak yatim di rumahnya. Mereka menunggu rezeki dengan harap-harap cemas. Apalagi sekarang mendekati lebaran Idul Fitri.

Dalam kegamangan dan penantian yang panjang, muncul pengemis mirip kakek-kakek. Badrun sangat mengenalnya karena hampir setiap hari ia datang meminta kepadanya.

Pengemis itu sudah uzur. Badannya setengah bungkuk. Pakaiannya compang camping tak karuan. ia berjalan tertatih-tatih dengan menggunakan tongkat penyangga. Lama sekali ia mendekatseperti jalannya kura-kura. Ia berjalan sambil menahan sebelah kakinya yang pincang.

Entah mengapa, ada perasaan iba yang menusuk-nusuk hati Badrun. Syukurlah, selama ini ia tak pernah menolak permintaannya. Tidak seperti pemilik toko sebrang jalan yang sering menolak pengemis itu. Atau pemilik toko di sudut jalan yang membiarkannya menunggu berlama-lama di depan toko hingga membuat pengemis segera berlalu dengan tangan hampa.

Badrun mengamati pengemis itu. Tiba-tiba ia terjatuh di dekat trotoar kaki lima. Hampir saja ia terjerebab dalam blumbangan kotor. Badrun segera berlari memberikan pertolongan.

“Bapak siapa?” tanya pengemis. Wajahnya tampak lelah.

“Saya Badrun. Tukang sol.”

“Oh.. nama yang sungguh indah. Tuan seperti bulan purnama yang menerangi jiwaku.”

Badrun kaget. Ia sendiri tidak begitu perduli dengan namanya. Yang jelas, emaknya pernah cerita bahwa ia dilahirkan pada malam bulan purnama. Untuk itu dinamai Badrun. Bulan purnama!

“Bapak siapa?” Badrun balik bertanya.

“Saya Ibnu Sabil.”

“Datang dari daerah mana?”

“Saya datang dari Negeri Samawat, negeri yang sangat jauh. Sudahlah.. e, maaf sekedar bertanya, Bapak puasa?”

“Oh,...tentu. Itu kewajiban saya selaku muslim. Saya melaksanakannya semata-mata mengharap ridha Allah.”

“Baarokallah. Semoga Allah melipatgandakan pahala puasamu.”

Kemudian keduanya terdiam. Lama. Udara semakin meranggas. Pengemis mendengus. Wajahnya tampak semakin lelah. Namun, dia balik semua itu Badrun melihat keanehan pada wajah pengemis. Sinar matanya penuh wibawa. Tampak bukan seperti pengemis,

“Di kota ini, orang sepertiku dianggap seperti kuman penyakit menular. Kota ini sungguh tak bersahabat,” kata pengemis melanjutkan pembicaraan.

“Kami benar-benar tak mengerti. Padahal di kota ini banyak bermunculan pengemis-pengemis profesional dengan segudang fasilitas yang nyaman lagi aman. Mereka berkeliaran bebas tanpa rasa takut dan cemas. Tidak seperti kami yang sering diusir, dikejar-kejar seperti anjing gila.”

“Maksud Bapak, mereka itu siapa?”

“Bapak tak kan mengerti karena Bapak bukan pengemis. Bapak bukan tipe manusia yang suka mengemis. Manusia sehat, kuat tapi pemalas. Manusia yang bisanya mengharap uluran tangan orang lain. Mereka benar-benar pengacau. Karena ulah mereka, kami kena getahnya. Bersama mereka, kami dikejar-kejar petugas razia.”

Badrun semakin heran. Pengemis itu bukan orang sembarangan. Mungkin pelancong yang sedang kehabisan ongkos. Lalu mengemis untuk biaya pulang ke negerinya. akan tetapi, untuk berapa lama? Atau jangan-jangan ia adalah utusan gaib untuk menguji iman manusia di bulan suci ini?

“Di kota ini, orang yang peduli kepada kami hanyalah sedikit jumlahnya. Bapak termasuk orang yang sedikit itu. Saya ucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak selama ini. Dan... ini sekedar pemberianku yang tulus ikhlas. Kutitipkan untuk keluarga Bapak di rumah.”

Orang tua itu mengeluarkan sebuah bungkusan. Isinya lembaran-lembaran uang. Cukup banyak jumlahnya.

“Pak Badrun, saya mohon terimalah pemberianku ini.”

Badrun terkesima. Orang tua di depannya, bagaikan sebongkah magnet yang memencar.

Daya magnetnya begitu kuat. Badrun terhipnotis. Ia menerima bungkusan itu. Tanpa banyak komentar, tanpa banyak reaksi, tanpa bicara sepatah kata. Badrun benar-benar terkesima.

“Pak Badrun... Bapak adalah purnama yang menyinari kota ini. Assalamu’alaikum...”

Orang tua itu segera berlalu. Jalannya cepat seperti kilat. Ia menghilang sebelum Badrun menyadari apa yang terjadi pada dirinya.

ANALISIS

Judul Cerpen : Pengemis Misterius

Pengarang : Saefulloh M. Satori

Sumber : Tukan, S.Pd Paulus. 2006. Mahir Berbahasa Indonesia 2 . Jakarta : Penerbit Yudistira

Unsur Intrinsik

1. Tema :

Pada intinya cerpen ini mengisahkan kehidupan seorang laki-laki yang bernama Badrun. Badrun bekerja sebagai sol sepatu yang ditinggal mati oleh istrinya dan harus membanting tulang sendiri untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Badrun merupakan sesosok yang penuh belas kasihan, dan berhati besar. Walaupun ia tidak mempunyai uang, tetapi merelakan untuk membantu pengemis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tema cerita pendek ini adalah kedermawanan

2. Alur

Cerita pendek ini beralur maju , maksudnya pada awal ceritanya itu menjelaskan tentang kejadian yang dialami seseorang di saat ini. Bisa dilihat dari jalan cerita yaitu Badrun selalu berusaha dan berikhtiar untuk mendapatkan kerjaan jahit sepatu, walaupun belum mendapat langganan tetapi ia selalu berbaik hati memberi sedikit uang kepada pengemis atau pengamen, dan membantu ibnu sabil yang sedang kesusahan sampai suatu saat ia mendapat uang dari ibnu sabil tersebut atas kebaikan yang selama ini ia lakukan kepada setiap orang.

3. Ketegangan dan Pembayangan

Ketegangan dan pembayangan yang terkandung di dalam cerpen ini memiliki rangkaian kata atau rangkaian kalimat yang baik, merangsang, sehingga dapat menimbulkan ketegangan dan pembayangan. Ketegangan dan pembayangan cerpen ini terdapat pada paragraf berikut ini :

“Di kota ini, orang yang peduli kepada kami hanyalah sedikit jumlahnya. Bapak termasuk orang yang sedikit itu. Saya ucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak selama ini. Dan... ini sekedar pemberianku yang tulus ikhlas. Kutitipkan untuk keluarga Bapak di rumah.”

Orang tua itu mengeluarkan sebuah bungkusan. Isinya lembaran-lembaran uang. Cukup banyak jumlahnya.

“Pak Badrun, saya mohon terimalah pemberianku ini.”

4. Tokoh dan Penokohan

Ø Badrun merupakan tokoh yang sangat dermawan dan ringan tangan membantu terhadap sesamanya

Badrun mengamati pengemis itu. Tiba-tiba ia terjatuh di dekat trotoar kaki lima. Hampir saja ia terjerebab dalam blumbangan kotor. Badrun segera berlari memberikan pertolongan.

Ø Pengemis I merupakan tokoh yang tidak bersyukur atas apa yang ia dapatkan

“Huh! Emang gue ini siape? Masa Cuma dikasih cepe. Keterlaluan. Buat beli rokok sebatang pun ta dapat,”

Ø Pengemis II merupakan tokoh yang menerima apa adanya

“Mungkin dia tidak punya uang kecil selain cepean itu. Masih untung orang itu mau memberi.”

Ø Ibnu Sabil merupakan tokoh yang sangat baik dengan memberi imbalan atas kebaikan Badrun dan terus terang atas keadaan

Orang tua itu mengeluarkan sebuah bungkusan. Isinya lembaran-lembaran uang. Cukup banyak jumlahnya.

5. Latar

Tempat yang menjadi latar cerita pendek ini adalah suasana di pasar dan trotoar kaki lima.

Tiba-tiba ia terjatuh di dekat trotoar kaki lima. Hampir saja ia terjerebab dalam blumbangan kotor. Badrun segera berlari memberikan pertolongan.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga yaitu nama ”Badrun”. Hal ini dikarenakan pengarang berperan sebagai pelaku yang serba tidak tahu. Pengarang tidak terlibat erat dengan peristiwa-peristiwa dan situasi yang muncul dalam cerita.

Badrun memberi uang kepada pengemis. Dengan rasa suka cita, pengemis segera berlalu hingga hilang ke tengah keramaian pasar.

7. Suasana

Suasana yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah suasana menjelang Idul Fitri dengan penuh harap-harap cemas karena Badrun belum mendapat orderan jahitan yang biayanya untuk anak-anaknya dirumah, dan cahaya matahari yang sangat panas

Saat itu matahari sudah berada di atas ubun-ubun langit. Udara kota menyengat pori-pori bumi.

Binatang melata menggelepar-gelepar kepanasan di atas aspal. Peluh dan keringat jatuh bercucuran.

8. Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang dapat dijumpai pada cerpen ini yaitu penggunaan majas perbandingan yairu majas hiperbola, dan personifikasi. Majas Hiperbola yaitu gaya bahasa yang maknanya bersifat melebih-lebihkan sesuatu.

Contoh kalimat cerpennya : Udara semakin meranggas dan kota ini, orang sepertiku dianggap seperti kuman penyakit menular

Majas Personifikasi yaitu gaya bahasa yang maknanya itu mengumpamakan benda mati itu seolah-olah hidup. Contoh kalimat cerpennya : Saat itu matahari sudah berada di atas ubun-ubun langit.

Unsur Ekstrinsik

1. Latar belakang pendidikan sastrawan

Lulus dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni program Studi Bahasa Arab IKIP (UNJ) Jakarta, tahun 1991, Magister Agama Islam Fakultas Pasca Sarjana Universitas Islam Jakarta

PUISI

Waktu Perginya

Ia sedang dalam perjalanan pulang

naik entah kemana jauhnya

rasa hilang itu menyesakkan memang

namun Tuhan telah memberikan utusan

waktu perginya ...

Ia menyisihkan cinta

yang tak habis-habisnya ku reguk

lewat air hujan

lewat angin laut

lewat mentari esok

lewat mimpi malam

dan tatapan mata di setiap debur jantungku

awali pijakan

karya : Soorjo Sani S.

ANALISIS

Unsur Intrinsik

1. Tema : Kesedihan karena kehilangan

2. Amanat

Seseorang yang hidup, suatu hari nanti akan kembali kepada Penciptanya. Maka dari itu ikhlaskanlah kepergian orang yang kita kasihi, walaupun orang tersebut meninggal tetapi masih terkenang akan cinta yang telah orang itu berikan kepada kita semasa hidupnya

3. Citra / Pengimajian

Citra merupakan bentuk imajinasi yang dilukiskan oleh penulis agar dapat dihayati oleh pembaca dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan perasaan. Pada puisi tersebut, terdapat dua macam citraan yakni citraan puisi dari aspek penglihatan, dan perasaan yang ditimbulkan.

Citra Penglihatan

Ia sedang dalam perjalanan pulang

naik entah kemana jauhnya

Citra Perasaan

rasa hilang itu menyesakkan memang

namun Tuhan telah memberikan utusan

waktu perginya ...

Ia menyisihkan cinta

yang tak habis-habisnya ku reguk

lewat air hujan

lewat angin laut

lewat mentari esok

lewat mimpi malam

dan tatapan mata di setiap debur jantungku

awali pijakan

4. Rima

Rima merupakan persamaan bunyi yang terdapat pada awal, tengah dan akhir baris dalam puisi. Di dalam puisi ini tidak terdapat rima, puisi ini termasuk dalam kategori puisi baru yang tidak mengutamakan rima.

  1. Diksi

Diksi atau pilihan kata merupakan unsur penting di dalam penulisan sebuah puisi. Pilihan kata bukan berarti penyingkatan kalimat, tetapi harus jelas dalam menyampaikan makna.

Pada baris di bawah ini, secara jelas menceritakan bahwa penulis kesedihan dan keikhlasan pada keadaaan sekarang.

Ia sedang dalam perjalanan pulang

naik entah kemana jauhnya

rasa hilang itu menyesakkan memang

namun Tuhan telah memberikan utusan

Demikian pula pada baris yang lain juga menggambarkan kerinduan sang penulis.

waktu perginya ...

Ia menyisihkan cinta

yang tak habis-habisnya ku reguk

lewat air hujan

lewat angin laut

lewat mentari esok

lewat mimpi malam

dan tatapan mata di setiap debur jantungku

awali pijakan

Dari puisi di atas, kita dapat mengetahui bahwa puisi tersebut merupakan kesedihan hati dari penulis karena ditinggalkan oleh seseorang yang dikasihinya.

6. Irama

Irama adalah pergantian tinggi, rendah, panjang pendek, dan keras lembut pada ucapan bunyi. Pada puisi diatas, pengucapan bunyinya lembut dilihat dari kata-kata yang dipakai dalam puisi tersebut.

Ia sedang dalam perjalanan pulang

naik entah kemana jauhnya

rasa hilang itu menyesakkan memang

namun Tuhan telah memberikan utusan

waktu perginya ...

Ia menyisihkan cinta

yang tak habis-habisnya ku reguk

lewat air hujan

lewat angin laut

lewat mentari esok

lewat mimpi malam

dan tatapan mata di setiap debur jantungku

awali pijakan

7. Sudut Pandang

Dalam penulisan puisi tersebut, penulis menggunakan sudut pandang Orang ketiga yaitu “ia”

Ia sedang dalam perjalanan pulang

naik entah kemana jauhnya

rasa hilang itu menyesakkan memang

namun Tuhan telah memberikan utusan

waktu perginya ...

Ia menyisihkan cinta

yang tak habis-habisnya ku reguk

Unsur Ekstrinsik

1. Pengalaman hidup sastrawan

Soorjo Sani S. lahir di kota Solo 20 Januari, anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Aktif menulis puisi sejak di bangku SMU. Selain itu juga menulis naskah drama, skenario (sinetron/film), menjadi sutradara teater dan beberapa film dokumenter maupun independen. Ketika Aku Mencintai adalah kumpulan puisinya tahun 2000-2003

2. Pendidikan sastrawan

Mendapat gelar kesarjanaan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia

DRAMA

Sebelum Sembahyang

Oleh Kecuk Ismadi C. R.

Lokasi di sebuah gang yang sepi dekat sebuah masjid pada sebuah desa. Terdengar kentongan dan bedug dipukul orang, lalu disusul suara adzan.

Copet III : “Itu suara apa?”

Copet II : “Suara orang adzan.”

Copet I : “Apa? Suara orang edan?”

Copet II : “Adzan, Goblok!”

Copet I : “Apa?” (Meniling-nilingkan kepala)

Copet II : “Adzan, tuli?”

Copet I : “Oh, orang adzan. Adzan itu apa toh?”

Copet III : “Adzan itu panggilan untuk menjalankan sembahyang. Iya

kan? Benar kan?”

Copet II : “Ho-oh!”

Copet I : “Adzan! Adzan! Wah baru kali ini aku dengar istilah itu.

Kok, hampir sama, ya? Adzan! Edan!”

Copet IV : “Husss, Dosaaaa! Dosa lho,kamu.”

Copet I : “Lho, kok dosa? Ini kan fakta? Kata adzan aku memang

jarang mendengar. Lha, kalau kata edan mah itu sering

aku dengar. Waktu aku masih di asrama.”

Copet III : “Wah, gaya! Jadi kamu pernah tinggal di asrama?”

Copet I : “Jelas, dong! Dilihat tampangku kan kelihatan.”

Copet IV : “Mana, sih asramamu?”

Copet I : “Wah asrama saya sangat ngetop!”

Copet II : “Lha iya, mana? Di mana itu?”

Copet I : “Di...mana, ya? Kalau tidak salah di Pakem.”

Copet II, III, IV : “Oooooo, Pakem?! Pantas, pantas.” (Tertawa)

Copet I : “Kenapa kalian saling tertawa, ha? Kenapa? Ha? Kenapa?

Copet III : “Jebolannya pensiunan wong edan! Hahahaha bekas orang gila. (Saling tertawa) Jebolan rumah sakit jiwa.”

Copet I : “Siapa yang pensiunan wong edan?”

Copet IV : “Lha, ya kamu itu! Lah kalau bukan kamu siapa? Saya? Ah

nggak pantas dong. Saya kan cocoknya jadi presiden.”

Copet II : “Saya cocoknya jadi perdana menteri luar negeri.”

Copet III : “Kalau saya cocoknya jadi dramawan besar. Seperti

Shakespeare, Anton Chekov, Stainslavky, atau paling

tidak Rendra.”

Copet I : (Tersenyum-senyum) “Kalau saya... kalau saya... cocoknya

jadi ..., jadi ...”

Copet II : “Ya, jadi wong edan!” (Semuanya tergelak-gelak)

..........................

Sumber : Kumpulan Drama Remaja, 1991 : 61-62

ANALISIS

Unsur Intrinsik :

1. Tema :

Perbincangan sesama copet

2. Amanat :

Dari drama diatas dapat disimpulkan bahwa amanat yang dapat kita ambil yaitu Introspeksi diri dulu lah sebelum menilai sesuatu hal.

3. Alur / Plot :

Cerita drama ini beralur tunggal, sederhana dan mudah diikuti. Cerita pada drama ini diawali di sebuah gang kecil dekat masjid di suatu desa berkumpulah sekelompok copet yang sedang bersenggama antar satu dengan yang lain. Di lain sisi, di sebuah masjid terdengar kumandang adzan, salah satu pencopet itu mencela bercanda mengenai adzan tersebut, lalu terjadilah perdebatan kecil tentang apa itu adzan dan bersunda guaru.

4. Latar / setting :

Tempat : Sebuah gang kecil dekat sebuah masjid pada sebuah desa

Waktu : Sebelum adzan

Lokasi di sebuah gang yang sepi dekat sebuah masjid pada sebuah desa. Terdengar kentongan dan bedug dipukul orang, lalu disusul suara adzan.

5. Tokoh dan Penokohan

Copet I : Nakal, ngelantur, dan sok tahu

Copet I : “Apa? Suara orang edan?”

Copet II : Tidak sabar, mudah terbawa emosi

Copet II : “Adzan, Goblok!”

Copet III : Pemimpi

Copet III : “Kalau saya cocoknya jadi dramawan besar. Seperti Shakespeare, Anton Chekov, Stainslavky, atau paling tidak Rendra.”

Copet IV : Baik, Pemimpi

Copet IV : “Husss, Dosaaaa! Dosa lho,kamu.”